Sebenernya 'agak' ragu buat judul Dua Perempuan dan Jogja, secara kenekatan kami ini membuat kami dipertanyakan, bener ga sih lo berdua ini cewek?
Ok, berawal dari kejenuhan yang membabi buta harus terus berhadapan dengan monitor, segala macam tugas, post test dan tetek bengeknya. Ide ini muncul, how about Jogja Van? Singkat cerita, langsung cusss cari info tiket kereta ke Jogja, Vani (teman seperjuangan ke Jogja) bertugas beli tiket ke stasiun, tepatnya stasiun Bandung. Ya walaupun sebenarnya rumah saya dekat dengan stasiun Kiaracondong, rasanya males banget harus kesana beli tiket. Jadi tugas saya cari tahu apapun tentang Jogja, supaya ga terlalu ngegembel pas tiba disana.
Yeah akhirnya kami dapat tiket murah dan karena kebetulan sedang ada promo hari sumpah pemuda, diskon 28% untuk mahasiswa. Syukurlah, tiket pulang-pergi yang seharusnya Rp 105.000 jadi Rp. 75.600.
Jadwal kereta Kahuripan berangkat dari stasiun Kiaracondong jam 20.30, jam 18.00 kami masih adadi Setiabudhi. Sebenarnya kalau ga macet ya pasti keburu, tapi ini masalahnya saya belum packing sedangkan kemungkinan tiba di rumah jam 19.30 dengan mobil (diantar Panji teman sekelas kami). Demi apadeh, akhirnya kami lari maraton, mulai dari perempatan jalan Jakarta sampai dapat ojek di Lucky Square. Sampai rumah ga banyak cincong, langsung siapin segala keperluan dan cusss ke stasiun rengkep tiga di motor A Haldi. Ngosngosan ga? ya iyalah! Tiba di stasiun ternyata kereta Kahuripan yang akan kami tumpangi sudah standby. Kami masuk ke stasiun melewati pemeriksaan tiket dan KTP (saya baru tahu sekarang pemeriksaan di stasiun seketat itu, nice!), kami ditunjukan di gerbong mana kami duduk yaitu gerbong 6, Setelah diyakini bahwa kereta berangkat sekitar 30 menitan lagi, kami menyempatkan diri shalat isha di mushala stasiun setelah itu memesan mie instan kemasan cup. Lega rasanya, akhirnya kami duduk di kursi no 17a dan 17b. Saya sempat kagum dengan kondisi kereta api saat ini, sudah sangat layak, terakhir saya naik kereta ekonomi , panas sekali, berdesak-desakan dan tempat duduknya tidak jelas bahkan ada yang sampai berdiri. Tapi, kereta ekonomi-c ini sudah dilengkapi AC gerbong yang nyaman dan nomor tempat duduk yang sesuai, jujur saja, saya kedinginan sampai harus menyewa selimut seharga 7rb. Disana juga disewakan bantal, tapi kebetulan waktu saya mau sewa, sudah habis. Posisi tempat duduk yang berhadapan tiga pasang mempertemukan kami dengan empat orang mahasiswa unpas, ya kampus tetangga dan kebetulan kami seangkatan dan kosannya pun di daerah geger kalong, ya nyambung deh.
Tiba di Yogyakarta, pukul 5.30 dan kami langsung shalat subuh, naik becak dan minta diantar ke Malioboro. Pertama kami mencari penginapan di Jl. Sosrokusuman namun tidak ada yang cocok. Kemudian beranjak ke Sosrowijayan., nah kami mendapatkan Indonesia Hotel, kebetulan tersisa satu kamar kosong dengan fasilitas fan dan kamar mandi luar seharga Rp 70.000, murah kan? Kami saja sempat terkejut ketika tahu harganya. Kemudian saya menelepon salah satu agen penyewaan motor (Transmojo) dengan menggadaikan tiga kartu identitas kami sudah dipinjami satu buah motor honda vario (agak kecewa, karena awalnya memesan scoopy), dua buah helm dan jas hujan dengan harga Rp 50.000 dibayar di akhir. Cara ini jauh lebih hemat daripada kami harus naik becak atau delman kemana-mana.
Setelah sempat berisitirahat dan bersiap, kamu mulai petualangan kami. Keraton! yeah. Hawa Yogya yang panas bikin si mulut nagih yang dingin-dingin, kami beli es dawet di halaman keraton. Masuk ke dalam keraton dan melihat-lihat isinya, kebetulan sedang banyak perbaikan untuk persiapan pernikahan putri raja. Kalau saja kami mau sedikit bersabar, beberapa jam setelah itu akan diadakan gladiresik upacara pernikahan putri, tapi perut ga bisa berkompromi dan udah minta diajak nyari mangut lele. Iya ituolah mangut lele, salah satu olahan lele yang suder duper nikmat, ga banyak orang yang tahu sih. Tapi untuk pecinta lele seperti saya, surga tersembunyi itu dapat saya temukan berbekal googling dan tanya sana-sini. Ternyata tempatnya sangat jauh dari pusat kota, mangut lele mbah marto yang terkenal di kalangan pecinta lele itu terletak di Bantul, masuk gang dari jalan Paris alian Parang Tristis, di belakang Institut Kesenian Indonesia. Tempatnya pelosok banget, di dusun kecil dan di sebuah gubug kecil. Sekilas ga nampak rumah makan, karena memang hanya sebuah gubug. Kami masuk ke dalam dan dipersilakan masuk ke rumah, kemudian kami ditunjukan jalan ke dapur, awalnya agak takut, karena selain gelap kami bingung kok mau apa diajak ke dapur tapi ternyata ketika di dapur terhampar makanan lele dan olahan asli jogja di sebuah bale, duduk juga seorang nenek yang sangat tua. Mmmmh mungkin itu yang disebut mbah Marto. Mbah Marto menggunakan bahasa Jawa tua, saya bleng banget soal itu, tapi Vani sedikit bisa.Pokoknya yang saya tahu disitu, ada mangut lele di depan saya dan saya harus grab it fast hahaha.
Ada yang kelewat, sebelum pergi ke mangut lele kami sempat ke Taman Sari, sebuah water castle yang katanya tempat mandi ratu ataupun putri raja. Mungkin lebih tepat dibilang Kota Tua-nya Yogyakarta. Setelah dari mangut lele, kami pergi ke museum Vredenburg yang letaknya tidak jauh dari Malioboro. Tiket masuk kesana hanya Rp 2000 dan kami disana bersepeda, karena museum sudah tutup,saat itu sudah pukul 16.00. Kemudian kami ke pusat bakpia pathok, disana kami langsung ke tempat pembuatannya dan mencicipi langsung yg masih panas. panas ya bukan hangat!
Malam hari kami habiskan dengan berbelanja dan berdesak-desakan di Malioboro, capek juga ya main tawar menawar disini. Selain itu kami juga berburu angkringan dan bakmi jogja. Setelah lumayan lama, akhirnya kami kembali ke penginapan dan TARAAA digital camera say HILANG! Semua-semua foto dari awal berangkat hingga waktu belanja di Malioboro ada kamera itu, rasanya sakiiit. Bukan karena kameranya tapi semua momen yang kami abadikan disitu, sakit banget. Untung tersisa satu, foto mangut lele yang ada di iPad Vani karena kita sempat ngalay dengan cara share di Path. Itulah kenapa saya tidak bisa share foto-foto tersebut diblog ini. Foto itu pasti akan saya tampilkan di posting berikutnya, khusus tentang mangut lele. Tapi walaupun no pict sumpah ini bukan hoax. Karena sudah badmood dengan cerita kamera yang hilang, saya jadi tidak bersemangat untuk menceritakan perjalanan pulang. Tapi percayalah, saya ingin kesana lagi, saya tidak pernah menyesal. Saya akan datang lagi kesana, untuk mangut lele.